saya ingin bercerita tentang .....
posting satu hal tulisan saya. cuplikan novel saya, yang nasibnya ditolak penerbit terus.
Satu :Kenangan
2 Juni 2012.
Hari ini adalah ulang tahunku yang
ke-20. Sayang, kali ini aku sendiri. Aku masih mengharapkan. ARA, seseorang
yang berada di masa laluku. Pukul 4 sore, kaki ini terus melangkah keluar.
“Seandainya saja dia datang
mengucapkan ulang tahun kepadaku” khayalku sambil menuruni tangga gedung W.
ARA, aku masih memikirkan ARA. Empat
bulan sudah aku tanpanya, tapi hingga detik ini bayangannya tentangnya masih
terekam jelas dalam pikiranku. Sudah kubunuh, tetap saja menyuruak dalam
pikiranku. Kisah yang singkat, tapi begitu membekas dalam hati. begitu
istimewanya. Kisah itu masih sangat jelas dalam ingatanku.Aku tak pernah
menyesal bertemu dan melukis kisah dengannya.
Aku membayangkan wajahnya yang
sampai sekarang masih terukir rapiih dalam hatiku.
Saat ini terkadang aku merasa
menyesal dengan apa yang terjadi. ini salah ketololan terbesar dalam hidupku.
berpacaran dengannya. ARA, harusnya aku tak berpacaran denganmu. Kakiku terus
melabgkah melewati jembatan kecil menuju sekretariat KEMBARA.
Dalam otakku teringa ucapanya.
“Insyaallah ga akan.”
Aku berusaha membencinya. Apa yang ia ucapkan
ternyata palsu. Saat ini ia tidak aktif lagi di KEMBARA. Sementara, KEMBARA di
kampusnya masih berkembang. Saat ini tidak ada lagi yang mengembangkan kembara.
“Aku menyesal.” Ucapku dalam.
Aku mengulang setiap detik bersamanya. Kegiatan mata
kembar begitu indah. Ia pancarkan aura keartisannya kepadaku, ia tebarkan
pesonanya hingga aku terpana. Aku terpana pada pertama kali bertatapan
dengannya. 31 Oktober adalah kali pertama aku mengenalnya.
“A, darimana?” Tanyaku saat itu.
Agenda olahraga bersama mulai mengakrabkan aku.
“Assalamu’alaikum” Ucapku.
Langkah kaki ini terlalu cepat. Saat ini aku sudah
sampai di sekretariat KEMBARA. Otakku semakin keras memutar ingatanku
tentangnya.
“Ko lesu?” Tanya Kang Dede yang berada di tengah
rumah beserta noteboknya.
Aku mengabaikannya. Aku terus berjalan kaki.
Teman-teman yang lain berada di tengah rumah. Ada yang menonton TV, berdiskusi
ala pejabat, Bermain kartu sebagai salah satu hiburan diri.
“Kemana, Fah?” Tanya Ahmad.
Aku tetap mengabaikannya.
“Eh.. ko gitu?” Tanya Ahmad kembali.
“Kamu kenapa?” Tanya Kang Agis.
Aku mengabaikanya kembali.
Entah kenapa hatiku berubah haluan.
Kristal-kristal air mataku kini seperti ada di pelupuk mataku. Ia hampir keluar
mengisyaratkan tentang hati. Aku menuju kamar yang kosong.
Kristal-kristal air mataku kini
terjatuh dan membasahi pipiku. Kenangan demi kenangan menghinggapi otakku. ARA,
kembali memenuhi otakku.
”Bisakah aku lupa ingatan?” Pintaku
dalm hati.
Aku baringkan tubuhku pada kasur.
Aku rebahkan dan mulai menenangkan hatiku. gemerincik air mulai menari-nari di
atas genteng. aku semakin menangis.
“Kenapa kamu?” Tanya Ahmad.
Aku terdiam sejenak. Berusaha
menghapus air mata yang jatuh.
“Cuma kelilipan,” Jawabku ringan.
“Aku ikut tidur. Jam 4 bangunin. Aku
mau pulang.” Tambahku.
“Ok.” Ucapnya sambil berlalu.
Otakku kembali mengingatkan kenangan
tentangnya.
Satu-persatu kenangan saat mata
kembali diputar otakku. Saat ini aku masih mengharapkan kau kembali. 4 bulan
bukan waktu yang sebentar untukku, tapi bayangan tetangmu masih menghinggapi
otakku.
Sempat aku berpikitr untuk pergi dan
berpaling dari KEMBARA, tapi apakah karena masalah hati aku korbankan
organisasi? Kepentingan umum aku korbankan? Aku rasa itu terlalu egois. Biarlah
hati yang terluka, tapi aku masih bisa melihat orang lain tersenyum.
Disini aku belajar tentang hidup dan
arti keluarga. Apakah hal indah ini aku korbankan demi masalah hati?
“Aku masih disini untukku setia.”
Beberapa bulan berlalu darinya, aku
tetap sendiri. Tak ada yang bisa mengisi ruang-ruang cinta dalam hidupku lagi.
Hanya ia bisa luluhkan aku. Rubah hidupku. Jika ia memang jodohku, kembalikan
ia dalam pelukanku, jika memang bukan hapus ia dalam pikiranku. Aku tersiksa.
Kenangan terasa begitu sangat getir
saat aku berupaya untuk melupakannya. Aku, di sini berjuang memulihkan hidupku.
Mengembalikan hidupku tanpanya di sisiku. Aku bukan wanita lemah. Aku masih
bisa hidup tanpanya dan bersama kenangan itu.
Ini hanya masalah waktu saja agar
aku bisa melupakan, tidak. hal itu tidak bisa aku lupakan, tapi pembelajaran.
Semua akan baik-baik saja. aku dan tanpanya di sini.
“Ini hanya masalah waktu saja bukan?”
Aku menyakinkan diriku sendiri.
Move
on. Ini kembali kepada diriku sendiri. Melindungi diriku, bersama
kenangan-kenangan itu tanpa harus melibatkan oranglain dalam lingkaran yang
menyakitkan ini.
“Aku harus bisa move on!”